Aku…
Berjalan menapaki lorong yang gelap,
kelam, sunyi, kotor… terus kutapaki, langkah demi langkah terasa berat tapi
semangat terus mengebu, aku harus bisa aku akan pergi kesana… semakin jauh ku
berjalan belum pula terasa letih, ada rasa bangga, bahagia, dan haru. Karena
selama aku berjalan, kau ada disampingku walau wajah tetap tak menoleh padaku…
saat itu, meski ku sendiri, kuyakin kau menemani walau raga tak nampak,
lama-kelamaan akhirnya ku lelah dan ingin sekali beristirahat, tapi kurasa
dirimu mengatakan tidak dan terus menyuruhku berjalan, akupun terus berjalan
seperti pintamu. Dengan peluh keringat membasahi keningku, ku terus berjalan
dengan perlahan meski nafas tersenggal dan kuharap perjalanan ini tak akan jauh
lagi. Baru kemudian ku menyadari, ternyata kau semakin jauh dariku, karena
semakin ku berjalan jauh semakin kau tak pedulikan aku, kau menghilang dan kini
tak ada lagi yang menemani aku dalam perjalanan ini. Aku sakit, aku kecewa, aku
lelah, aku kehilangan. Aku berteriak dan kau tak mungkin mendengar. Tak ada
lagi niat untuk meneruskan lagi semua ini karena kecewaku amat sangat dalam. Di
persimpangan lorong ku temui sesosok teman, dia baik, kupikir mungkin ia
sepertimu, dulu. Aku menyapanya, dia tersenyum melihatku dan mengajakku
berjalan, aku pun ikut bersamanya, tapi ia membawaku ke jalan yang salah,
tidak!! Kuharap aku bisa kembali, tapi aku telah berjalan begitu jauh
bersamanya, aku terlalu takut untuk kembali seorang diri, dan aku juga takut
bila kau kembali ke persimpangan lorong itu untuk menjemputku lagi tapi aku
tidak ada, maafkan aku, semoga kita bisa bertemu, berpapasan di jalan, dan aku
ingin kembali berjalan bersamamu…
Kamu…
Sekian lama kita menapaki lorong
yang gelap, kelam, sunyi, kotor itu bersama, terasa berat, letih, lelah,
berpeluh keringat, membasuh kening, meski nafas tersenggal namun semangat terus
menggebu untuk tetap berjalan walau perlahan. Semakin lama kita berjalan, tercipta
jarak diantara kita, kamu menganggap kamu berjalan sendiri, tak ada lagi yang
menemani perjalanan ini (karena jarak diantara kita) kamupun ternyata lelah
untuk meneruskan perjalanan ini. Namun dipersimpang jalan lorong itu kamu temui
sesosok teman yang kamu anggap baik, dia selalu tersenyum kepadamu, lalu
kemudian mengajakmu berjalan, saya tau bahwa kamu sebenarnya menyadari bahwa
jalan yang kamu tempuh itu salah, tapi apa daya, kamu telah teramat jauh
berjalan.
Saya kembali lagi ke persimpangan
jalan lorong itu untuk menjemputmu, namun kamu ternyata tak disana, hanya
terdapat jejak tanda dan petunjuk bahwa kamu pergi berjalan dengan orang lain.
Memang sakit dan mengecewakan tapi apa mampuku, aku bingung harus berbuat apa,
apa aku harus menyusulmu? Dan berlari mengejarmu lalu menarikmu agar kembali ke
“jalan kita?” itu tidak mungkin, kamu telah terlampau jauh berjalan bersamanya,
kamu telah kecewa padaku dan mungkin tak ingin bersamaku lagi. Apa aku harus tetap menunggu di persimpangan
jalan ini berharap kau datang kembali? Atau aku harus melanjutkan perjalananku
sendiri dan melupakan “jalan kita”.
Mungkin aku akan berjalan sendiri
melanjutkan perjalanan namun tidak melupakan “jalan kita”. Aku akan mengambil
arah jalan yang berlawanan dengan jalanmu agar kuharap suatu saat nanti kita
akan berpapasan di tengah perjalanan.
Ini kisah, kisah aku
dan kamu, aku dan kamu yang sedang mencari, mencari dan terus mencari. Namun,
entah apa yang dicari akupun sebenarnya tidak tahu. Aku disini, disini dengan kehidupan
yang ku jalani dan kamu disana, juga dengan kehidupan yang kamu jalani. Semoga
kita kembali bertemu dalam perjalanan hidup ini.
0 komentar:
Posting Komentar